septiani's blog. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

5. Proses Produksi Tempe

SENTRA PRODUSEN TEMPE TAHU

ASPEK PRODUKSI
PROSES PRODUKSI
Proses Produksi Tempe
Tahapan proses produksi tempe adalah sbb :
  1. Biji kedele yang telah di pilih/di bersihkan dari kotoran, dicuci dengan air PDAM atau air sumur yang bersih selama 1 jam.
  2. Setelah bersih kedele di rebus dalam air selama 2 jam.
  3. Kemudian direndam 12 jam dalam air panas/hangat bekas air perebusan dengan maksud supaya kedele mengembang.
  4. Berikutnya di rendam dalam air dingin selama 12 jam.
  5. Setelah 24 jam seperti butir 3 dan butir 4 diatas, kedele di cuci/dikuliti (dikupas).
  6. Setelah di kupas , direbus untuk membunuh bakteri yang kemungkinan tumbuh selama perendaman.
  7. Kedele di ambil dari dandang, letakkan di atas tampah dan diratakan tipis-tipis. Biarkan dingin sampai permukaan keping kedele kering dan airnya menetes habis.
  8. Kemudian di campur dengan laru (ragi 2 %) guna mempercepat/meransang pertumbuhan jamur. Proses mencampur kedele dengan ragi memakan waktu sekitar 20 menit. Tahap peragian (fermentasi) adalah kunci keberhasilan atau tidaknya membuat tempe kedele.
  9. Bila campuran bahan fermentasi kedele sudah rata, kemudian dicetak pada loyang atau cetakan kayu dengan lapisan plastik atau daun yang akhirnya di pakai sebagai pembungkus. Sebelumnya, plastik di lobangi/ditusuk-tusuk. Maksudnya ialah untuk memberi udara supaya jamur yang tumbuh berwarna putih. Proses percetakan/pembungkus memakan waktu 3 jam.
  10. Campuran kedele yang telah dicetak dan diratakan permukaannya di hamparkan di atas rak dan kemudian ditutup selama 24 jam.
  11. Setelah 24 jam tutup di buka dan didinginkan/diangin-anginkan selama 24 jam. Setelah ini campuran kedele telah menjadi tempe siap jual.
  12. Untuk tahan lama, tempe yang misalnya akan menjadi produk ekspor dapat di bekukan dan dikirim ke luar negeri di dalam peti kemas pendingin. Proses membekukan tempu untuk ekspor sbb : mula-mula tempe di iris-iris setebal 2 - 3 cm dan di blanching direndam dalam air mendidih selama lima menit untuk mengaktifkan kapang dan enzim. Kemudian tempe di bungkus dengan plastik selofan dan di bekukan pada suhu 40 derajat Celcius sekitar 6 jam. Setelah beku disimpan pada suhu beku sekitar 20 derajat celcius selama 100 hari tanpa mengalami perubahan sifat penampak warna, bau dan rasa
Proses produksi Tahu
Tahap dalam proses produksi tahu adalah sbb :
  1. Kedele dipilih dengan penampi untuk memilih biji kedele besar. Kemudian di cuci serta direndam dalam air besar selama 6 jam.

  • Setelah di rendam di cuci kembali sekitar 1/2 jam

  • Setelah di cuci bersih kedelai di bagi-bagi diletakkan dalam ebleg terbuat dari bambu atau plastik.

  • Selanjutnya kedele giling sampai halus, dan butir kedele mengalir dengan sendirinya kedalam tong penampung.

  • Selesai digiling langsung direbus selama 15 - 20 menit mempergunakan wajar dengan ukuran yang besar-besar . Sebaiknya jarak waktu antara selesai digiling dan dimasak jangan lebih dari 5 - 10 menit, supaya kualitas tahu menjadi baik.

  • Selesai di masak bubur kedele diangkat dari wajan ke bak/tong untuk disaring menggunakan kain belacu atau mori kasar yang telah di letakkan pada sangkar bambu. Agar bubur dapat di saring sekuat-kuatnya diletakkan sebuah papan kayu pada kain itu lalu ada satu orang naik di atasnya dan menggoyang-goyang, supaya terperas semua air yang masih ada pada bubur kedele. Limbah dari penyaringan berupa ampas tahu. Kalau perlu ampas tahu diperas lagi dengan menyiram air panas sampai tidak mengandung sari lagi. Pekerjaan penyaringan di lakukan berkali-kali hingga bubur kedele habis.

  • Air sampingan yang tertampung dalam tong warna kuning atau putih adalah bahan yang akan menjadi tahu. Air saringan di campur dengan asam cuka untuk menggumpalkan. Sebagai tambahan asam cuka dapat juga air kelapa atau cairan whey (air sari tahu bila tahu telah menggumpal) yang telah di eramkan maupun bubuk batu tahu (sulfat kapur)

  • Gumpalan atau jonjot putih yang mulai mengendap itulah yang nanti sesudah di cetak menjadi tahu. Air asam yang masih ada dipisahkan dari jonjot-jonjot tahu dan disimpan, sebab air asam cuka masih dapat digunakan lagi. Endapan tahu dituangkan dalam kotak ukuran misalnya 50 x 60 cm 2 dan sebagai alasnya di hamparkan kain belacu. Adonan tahu kotak dikempa, sehingga air yang masih tercampur dalam adonan tahu itu terperas habis. Pengempaan dilakukan sekitar 1 menit, adonan tahu terbentuk kotak, yang sudah padat, di potong-potong, misalnya dengan ukuran 6 x 4 cm 2, sebelulm menjadi tahu siap di jual.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    4. FILM ANIMASI : PERENCANAAN & PROSES PRODUKSI


    animasi - multimedia - desain grafis.jpg
    Belajar dari proses produksi film animasi serial siKimut, akan saya coba gambarkan bagaimana proses perencanaan yang dilakukan dan bagaimana proses produksi itu bisa berjalan seiring dan searah sehingga menghasilkan film animasi yang baik dan profesional. Memang pada implementasinya dilapangan tentu akan ada perbedaan dari apa yang saya paparkan disini, karena memang kondisinya akan berbeda dari apa yang saya lakukan pada proses pembuatan siKimut, namun secara konsep akan sama. Produksi film secara umum dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Perencanaan dan Produksi, kedua proses tersebut saling berhubungan dan menjadi kaitan satu sama lain. Perencanaan menyangkut proses persiapan sebelum produksi dilakukan, dan banyak hal yang masuk dalam proses tersebut, seperti perencanaan SDM, Peralatan, Budget, Alur Kerja dan konsep dari cerita yang akan dibuat. Sementara proses produksi terdiri atas 3 tahapan, yaitu praproduksi, produksi dan pasca produksi. 1. Proses Perencanaan Kata orang, membuat rencana sudah sama dengan 50% hasil..he..he..enak juga ya kita lakukan 2 kali perencanaan sudah dapat 100%, berarti gak perlu produksi dah selesai..he..he..just kidding. Seperti yang saya lakukan dalam proses produksi siKimut, terdapat beberapa pekerjaan dalam proses perencanaan ini, yaitu :
    • Rencana tempat produksi
    • Pola pembiayaan produksi
    • Perencanaan fasilitas yang akan digunakan
    • Perencanaan jadwal pelaksanaan pekerjaan
    • Penentuan format output film yang akan dibuat
    • Koordinasi pekerjaan antar bagian
    • Humas dan komunikasi klien
    Perencanaan tempat produksi, adalah menentukan dimana lokasi berbagai kegiatan akan dilakukan, misalnya proses dubbing dan editingnya, produksi karakter dan animasinya, serta proses editing akhir. Kenapa ini menjadi pertimbangan, ketika dana yang dimiliki tidak terbatas hal ini bukan menjadi suatu permasalahan yang serius, namun bila budget produksi terbatas apalagi nilai pekerjaan juga tidak terlalu besar hal ini harus menjadi perhatian. Ada beberapa strategi pelaksanaan pekerjaannya berdasarkan lokasi pekerjaan, yaitu :
    • Outsourcing, memberikan pekerjaan kepada pihak ketiga seluruh pekerjaan yang akan dilakukan
    • atau hanya sewa tempat saja, namun pekerjaan tetap dilakukan sendiri
    Bila alternatif pertama dilakukan maka lokasi/tempat tidak perlu dipertimbangkan, namun bila opsi kedua dilakukan maka lokasi menjadi sangat perlu untuk dipertimbangkan, setidaknya kita cari partener yang bisa menyewakan tempat dengan harga murah dan terjangkau, syukur kalo mau diajak kerjasama produksi, sehingga budget bisa ditekan. Beberapa proses kadang memerlukan investasi peralatan yang sangat besar, sehingga kalo mau memproduksi film dengan biaya produksi seminimal mungkin, maka sewa tempat atau peralatan menjadi sangat penting, proses yang masuk dalam kondisi diatas seperti
    • Sound Dubbing serta editing soundnya
    • Produksi animasi, mulai dari modeling hingga rendering
    • Post production beserta transfer format outputnya
    Sewa tempat untuk studio sound dubbing hitungannya dalam jam penggunaan, namun kebanyakan studio tersebu tidak khusus untuk dubbing saja, biasanya dicampur untuk recording musik atau band, tapi itu tidak masalah yang penting ruangan kedap suara sehingga tidak ada suara lain yang masuk ketika dilakukan rekam suara, kualitas peralatan sesuai dengan standard musik atau dubbing, serta layanan purna jual (after sales service). Harga sewa studio musik/dubbing bervariasi tapi rata-rata dari hasil survey kebeberapa tempat sekitar angka 60-70 ribu sejam, didalamnya sudah termasuk peralatan band lengkap(padahal tidak dibutuhkan..), pendingin udara/AC, komputer editing serta biasanya dikasih minuman standar kayak aqua, untuk after service nya biasanya memang jarang diberikan, tapi kalo kita bisa nego karena volumenya besar maka harga bisa ditekan. Pola pembiayaan produksi, memang harus diakui ini merupakan hal yang sangat krusial, bagaimana tidak seluruh proses produksi tergantung pada faktor ini. Ada beberapa alternatif pola pembiayaan produksi :
    • Outsourcing pekerjaan
    • Kerjasama produksi
    • Undang investor
    • Saweran bersama
    He..he..dari keempat komponen yang paling nyaman dan aman adalah mengundang investor untuk membantu keuangan proyek, meskipun juga semua kompoenen tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk mengundang investor kita perlu persiapkan proposal proyek yang akan dikerjakan, didalamnya ada cerita singkat mengenai proyek yang akan dijalankan, jadwal pekerjaan serta jumlah kebutuhan dana yang diperlukan untuk proses produksi dimana harus ada komponen laporan keuangan seperti Cash Flow Project, Estimasi Rugi/Laba serta termin pembayaran dari investor tersebut. Memang tidak mudah untuk meyakinkan orang bila ingin melakukan trnasaksi investasi, apalagi kalo nilai investasi lumayan besar. Tapi jangan ragu dan bimbang, maju terus pantang mundur. Komponen yang pertama memberikan kenyamanan dalam proses pekerjaannya karena seluruh pekerjaan dilakukan oleh pihak ketiga tinggal ditentukan mekanisme kontrol serta progress reportingnya, namun mereka biasanya minta termin pembayaran yang berbeda dengan termin pembayaran klien kita, misalnya mereka minta DP atau sejenisnya untuk tahap awal pekerjaan. Paling enak kalo kita bisa undang lebih dari 2 outsourcing untuk perbandingannya, disitulah biasanya para outsourcer ingin memberikan harga dan layanan terbaik buat kita. Perencanaan fasilitas yang akan digunakan, mencakup pertimbangan spesifikasi komputer yang akan digunakan, peralatan kamera, aksesoris produksi dan benda fisik lainnya. Dalam industri animasi, peralatan komputer menjadi sangat vital, karena hampir 70% pekerjaan dilakukan menggunakan peralatan ini. Spesisikasi komputer yang dibutuhkan untuk proses produksi bisa dikatakan harus yang berarsitektur terkini, intinya semakin baru teknologi dan semakin lengkap komponen komputer yang digunakan semakin baik, namun bila dana pas-pasan maka ada beberapa kompoenen yang di sarankan, seperti :
    • Prosesor kalo bisa minimal PIII, rekomendasinya sih Pentium IV
    • RAM minimal 256 MB
    • Harddisk harus agak besar karena rendering akan memakan file yang sangat besar, paling tidak minimal 80 GB
    • DVD RW (jangan sampai tertukar dengan DVD Combo, soalnya barangnya jauh berbeda, mengenai speed sih rekomendasinya minimal 8X untuk write, kalo read sih terserah.
    • Cek kelengkapan port komputernya, paling gak ada USB, Multi Card Reader
    • Speaker dan Microphone
    • VGA Card paling tidak 128 MB

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    3.Pemahaman Konsep Proses Produksi


    Produksi adalah kegiatan manusia untuk membuat suatu produk barang maupun jasa. Bila kita mengamati kegiatan produksi, banyak faktor yang berkaitan antara satu dengan yang lain, seperti: bahan baku, peralatan, dan tenaga.
    Produksi merupakan suatu sistem, pasti di dalamnya terkandung tiga unsur yaitu : INPUT, PROSES dan OUTPUT seperti yang  terlihat pada bagan berikut ini.
    Input dan Output Proses Produksi
    Input dalam proses produksi terdiri atas bahan baku/bahan mentah, energi yang digunakan dan informasi yang diperlukan.
    Proses merupakan kegiatan yang mengolah bahan, energi dan informasi perubahan  sehingga menjadi barang jadi  (output).
    Output merupakan barang jadi sebagai hasil yang dikehendaki, sedangkan output limbah harus diminimalkan agar tidak mengganggu lingkungan.
    Kenyataan yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari, proses produksi  dilakukan dengan cara berikut.
    1. Manual/tradisional : dilakukan dengan menggunakan tangan, contoh pembuatan anyaman dan  ukiran
    2. Semi otomatis: sudah ada alat bantu yang menggunakan mesin
    3. Otomatis/modern: menggunakan mesin sistem robot yang diprogram dengan bantuan komputer.
    Untuk membedakan proses kerja secara manual, dengan proses kerja  mesin, atau proses kerja secara otomatis perlu dipahami inputnya.
    Bekerja secara manual, tenaga yang dikeluarkan  dan pengendalian alat yang digunakan berasal dari manusia yang bekerja. Bekerja semi otomatis,    tenaga atau energi disuplai oleh tenaga listrik dan pengendalian masih memerlukan manusia(orang yang bekerja) walaupun sebagian tenaga sudah dibantu oleh mesin. Bekerja secara otomatis,   tenaga maupun pengendalian disuplai oleh mesin.

    Dalam melakukan produksi manusia selalu memikirkan bagaimana agar produknya dapat dibuat dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu  mereka harus menemukan teknik atau metode yang lebih baik, lebih mudah,   dan bermanfaat. Berpikir seperti ini berarti telah berfikir  “Teknologi Produksi “
    Dengan demikian, teknologi produksi merupakan cara manusia untuk membuat produk dengan melibatkan berbagai faktor secara praktis, cepat, mutu baik, dan murah.

    PROSES PRODUKSI
    Dahulu di Indonesia banyak produk dibuat dengan tanga(secara manual/tradisional). Sekarang  produk-produk makin banyak dan melimpah jumlahnya sehingga diperlukan tenaga kerja yang banyak. Produksi dengan jumlah yang besar disebut produksi masal dan produksi serial. Produksi seperti ini dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, misalnya industri keranjang. Setiap pekerja membuat produknya secara lengkap, mulai dari bahan mentah hingga produk akhir. Kemungkinan lain setiap karyawan hanya membuat satu bagian saja dan secara berurutan akhirnya menghasilkan produk akhir.  Sistem ini sering menggunakan ban berjalan (alur produksi). Setiap bagian produk yang telah selesai, ditempatkan pada ban berjalan dan dipindahkan ke tempat kerja berikutnya.

    Sistem ini, pekerjaan dilaksanakan pada satu tempat yang sama. Yang penting untuk diperhatikan melalui sistem ini adalah jangan sampai terjadi penumpukan pada satu bagian. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Pekerjaan seperti ini ada saling ketergantungan di antara pekerja sehingga mereka harus memiliki tanggung jawab terhadap pekerja lain. Proses produksi secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan ban berjalan. Mulai proses perakitan hingga dihasilkan produksi jadi.

    Cara memproduksi mempengaru-hi harga sebuah produk. Produk yang dibuat secara manual sering lebih mahal daripada produk yang dibuat dengan mesin. Sebagai contoh produk taplak, harganya lebih mahal. Namun, karena orang cenderung ingin tampil beda atau tidak ada yang menyamai sehingga harga kadang-kadang tidak begitu dipersoalkan oleh mereka.
           
    PERENCANAAN PRODUKSI
    Perencanaan adalah suatu fungsi dari manajemen yang menentukan usaha dan tindakan-tindakan yang perlu diambil oleh pimpinan perusahaan.
    Perencanaan produksi merupakan pegangan untuk merancang jadwal induk produksi. Sehingga perencanaan produksi mempunyai tujuan sebagai langkah awal untuk menentukan   aktivitas produksi dan sebagai masukan rencana sumber daya.
    Perencanaan dapat dibedakan antara perencanaan yang bersifat umum dan perencanaan produksi.
    a. Perencanaan bersifat umum adalah perencanaan kegiatan dilaksanakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pada jangka panjang.
    b. Perencanaan produksi adalah perencanaan dan pengorganisasian mengenai pekerja, bahan, mesin, dan peralatan serta modal yang diperlukan untuk memproduksi barang dengan suatu metode tertentu yang sesuai dengan yang diramal dan kemampuan pada perusahaan.

    JENIS-JENIS PERENCANAAN PRODUKSI
    Jenis perencanaan produksi dapat dibedakan atas perencanaan produksi jangka pendek dan jangka panjang. Perencanaan  jangka pendek adalah perencanaan yang berupa penentuan kegiatan produksi yang dilakukan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun dan berhubungan dengan pengaturan operasi. Sedangkan perencanaan produksi jangka panjang adalah perencanaan yang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari lima tahun dan berhubungan dengan pengembangan produk.
       

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    2. PROSES PRODUKSI GULA

    Proses Produksi Gula

    ImageTebu adalah bahan baku utama untuk proses produksi di pabrik gula yang akan menghasilkan produk utama yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan tetes. Disamping itu proses pengolahan tebu ini juga memproduksi ampas tebu, selain itu juga menghasilkan limbah yang bisa dimanfaatkan seperti blotong, abu boiler dan lain-lain.
    Parameter yang digunakan untuk menunjukkan mutu gula antara lain : NIlai Remisi Direduksi (NRD), Warna Icumsa (IU), Besar Jenis Butir (BJB), Kadar Air dan Pol pada suhu 20o C. Sedangkan faktor yang menentukan mutu gula adalah kondisi dan mutu tebu yang akan diolah.
    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi biaya pengolahan tebu, diantaranya adalah :
    a. Kapasitas giling yang sesuai dengan design capacity, sehingga jumlah hari giling sesuai dengan rencana.
    b. Kehilangan gula selama proses pengolahan baik secara chemis, mekanis maupun kehilangan tak diketahui seperti pada ampas, blotong dan tetes.
    c. Biaya penggunaan utilitas seperti uap air, listrik, air dan udara bertekanan harus sesuai kebutuhan
    d. Tingkat kerusakan peralatan yang berpengaruh pada biaya pemeliharaan disamping hal tersebut juga berimbas pada proses pembuatan gula pasir
    Pabrik gula di lingkungan PT PG Rajawali I menggunakan sistem proses sulfitasi untuk mengolah gula. Secara umum proses produksi di pabrik gula dibagi menjadi :
    1. Emplasement
    2. Stasiun Ketel (Boiler)
    3. Stasiun Listrik / Sentral
    4. Stasiun Gilingan
    5. Stasiun Pemurnian
    6. Stasiun Penguapan
    7. Stasiun Masakan
    8. Stasiun Puteran
    9. Stasiun Penyelesaian dan Pengemasan
    10. Unit Pengolah Limbah (UPL)
    Masing-masing stasiun atau unit ini mempunyai fungsi dan tugas tersendiri, namun tetap merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan sehingga harus dipahami berbagai aspek operasionalnya, termasuk pengendalian dan pengawasan prosesnya.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    1. Proses Produksi Bioetanol

    Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
    • Gasoholº campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume.
    • Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX º gasohol berkadar bioetanol X %-volume.
    Bahan Baku
    • Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete
    • Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia.
    • Bahan berselulosa (Þ lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll. Sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersial pada dekade ini !
    Pemanfaatan Bioetanol
    • Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX)
    • Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi).
    Sumber Karbohidrat Hasil Panen Ton/ha/th Perolehan Alkohol
    Liter/ton Liter/ha/th
    Singkong 25 (236) 180 (155) 4500 (3658)
    Tetes 3,6 270 973
    Sorgum Bici 6 333,4 2000
    Ubi Jalar 62,5* 125 7812
    Sagu 6,8$ 608 4133
    Tebu 75 67 5025
    Nipah 27 93 2500
    Sorgum Manis 80** 75 6000
    *) Panen 2 ½ kali/th; $ sagu kering; ** panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru)
    Teknologi Pengolahan Bioetanol
    Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase.
    Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian.
    1. Persiapan Bahan Baku
    Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
    Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
    • Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
    • Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
    • Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
    Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
    • Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
    • Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
    • Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
    • Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
    Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
    • Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
    • Pengaturan pH optimum enzim
    • Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
    • Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)
    2. Fermentasi
    Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
    Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
    Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
    Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
    3. Pemurnian / Distilasi
    Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
    Prosentase Penggunaan Energy
    Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini:
    Prosentase Penggunaan Energi
    Identifikasi Proses Steam Listrik
    Penerimaan bahan baku, penyimpanan, dan penggilingan 0 % 6.1 %
    Pemasakan (liquefaction) dan Sakarifikasi 30.5 % 2.6 %
    Produksi Enzim Amilase 0.7 % 20.4 %
    Fermentasi 0.2 % 4 %
    Distilasi 58.5 % 1.6 %
    Etanol Dehidrasi (jika ada) 6.4 % 27.1 %
    Penyimpanan Produk 0 % 0.7 %
    Utilitas 2.7 % 27 %>
    Bangunan 1 %> 0.5 %
    TOTAL 100 % 100 %
    Sumber: A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401
    Peralatan Proses
    Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:
    • Peralatan penggilingan
    • Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi
    • External Heat Exchanger
    • Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators)
    • Tangki Penampung Bubur
    • Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor
    • Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol
    • Boiler, termasuk system feed water dan softener
    • Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    5. KONDISI LINGKUNGAN KERJA

    engertian Kondisi Kerja


    Menurut Stewart and Stewart, 1983: 53 : Kondisi Kerja adalah Working condition can be defined as series of conditions of the working environment in which become the working place of the employee who works there. yang kurang lebih dapat diartikan kondisi kerja sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja, temperatur, kelambapan, ventilasi, penerangan, kebersihan dan lain–lain.

    Menurut Newstrom (1996:469) Work condition relates to the scheduling of work-the length of work days and the time of day (or night) during which people work. yang kurang lebih berarti bahwa kondisi kerja berhubungan dengan penjadwalan dari pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari atau malam selama orang-orang bekerja.
    Oleh sebab itu kondisi kerja yang terdiri dari faktor-faktor seperti kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sementara dari lingkungan kerja, harus diperhatikan agar para pekerja dapat merasa nyaman dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.

    Jenis Kondisi Kerja :

    1. Kondisi Fisik dari lingkungan kerja
    Kondisi fisik dari lingkungan kerja di sekitar karyawan sangat perlu diperhatikan oleh pihak badan usaha, sebab hal tersebut merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjamin agar karuyawan dapat melaksanakan tugas tanpa mengalami gangguan. Memperhatikan kondisi fisik dari lingkungan kerja karyawan dalam hal ini berarti berusaha menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para karyawan sebagai pelaksanan kerja pada tempat kerja tersebut.

    Kondisi fisik dari lingkungan kerja menurut Newstrom (1996:469) adalah among the more obvious factors that can affect the behavior of workers are the physical conditions of the work environment, including the level of lighting, the usual temperature, the level of noise, the amounts and the types of airbone chemicals and pollutans, and aesthetic features such as the colors of walls and flors, and the presence (or absence) of art work, music, plants decorative items. yang kira- kira berarti bahwa faktor yang lebih nyata dari faktor-faktor yang lainnya dapat mempengaruhi perilaku para pekerja adalah kondisi fisik, dimana yang termasuk didalamnya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, tingkat kebisingan, jumlah dan macam-macam radiasi udara yang berasal dari zat kimia dan polusi-polusi, cirri-ciri estetis seperti warna dinding dan lantai dan tingkat ada (atau tidaknya) seni didalam bekerja, musik, tumbuh-tumbuhan atau hal-hal yang menghiasi tempat kerja.
    Menurut Handoko (1995:84), lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja, yang meliputi temperatur, kelembaban udara, sirkulasi juadara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain yang dalam hal ini berpengaruh terhadap hasil kerja manusia tersebut.

    Faktor-faktor lingkungan kerja meliputi :

    a. Illumination
    Menurut Newstrom (1996:469-478), cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi para karyawan guna menbdapat keselamatan dan kelancaran kerja. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: cahaya yang berasal dari sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetpai tidak menyilaukan. Dengan penerangan yang baik para karyawan akan dapat bekerja dengan cermat dan teliti sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang memuaskan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan kurang jelas, sehingga pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami kesalajhan, dan pada akhirtnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanbkan pekerjaan, sehingga tujuan dari badan usaha sulit dicapai.

    b. Temperature
    Menurut Newstrom (1996:469-478), bekerja pada suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun.

    c. Noise
    Menurut newstrom (1996:469-478) bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi perusahaan akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian.

    d. Motion
    Menurut Newstrom (1996:469-478) kondisi gerakan secara umum adalah getaran. Getaran-getaran dapat menyebabkan pengaruh yang buruk bagi kinerja, terutama untuk aktivitas yang melibatkan penggunaan mata dan gerakan tangan secara terus-menerus.

    e. Pollution
    Menurut Newstrom (1996:469-478) pencemaran ini dapat disebabkan karena tingkat pemakaian bahan-bahan kimia di tempat kerja dan keaneksragaman zat yang dipakai pada berbagai bagian yang ada di tempat kerja dan pekerjaan yang menghasilkan perabot atau perkakas. Bahan baku-bahan baku bangunan yang digunakan di beberapa kantor dapat dipastikan mengandung bahan kimia yang beracun. Situasi tersebut akan sangat berbahaya jika di tempat tersebut tidak terdapat ventilasi yang memadai.

    f. Aesthetic Factors
    Menurut newstrom (1996:469-478) faktor keindahan ini meliputi: musik, warna dan bau-bauan. Musik, warna dan bau-bauan yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dalam melaksankan pekerjaanya.

    2. Kondisi psikologis dari lingkungan kerja
    Rancangan fisik dan desain dari pekerjaan, sejumlah ruangan kerja yang tersedia dan jenis-jenis dari perlengkapan dapat mempengaruhi perilaku pekerja dalam menciptakan macam-macam kondisi psikologi.
    Menurut newstrom (1996:494) Psychological conditions of the work environment that can affect work performance include feelings of privacy or crowding, the status associated with the amount or location of workspace, and the amount of control over the work environment.

    Kondisi psikologis dari lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja yang meliputi perasaan yang bersifat pribadi atau kelompok, status dihubungkan dengan sejumlah lokasi ruang kerja dan sejumlah pengawasan atau lingkungan kerja.

    Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi:

    a. Feeling of privacy
    Menurut Newstrom (1996:478), privasi dari pekerja dapat dirasakan dari desain ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang pekerja, adapula yang didesain untuk beberapa orang, sehingga penyelia untuk mengawasi interaksi antar karyawan.

    b. Sense of status and impotance
    Menurut Newstrom (1996: 478), para karywan tingkat bawah senang dengan desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada karyawan untuk berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para manajer merasa tidak puas dengan desain ruang yang terbuka karena banyak gangguan suara dan privasi yang dimiliki terbatas.

    3. Kondisi sementara dari lingkungan kerja
    Menurut Newstrom (1996:480), “The temporal condition-the time structure of the work day. Some of the more flexible work schedules have developed in an effort to give workers a greater sense of control over the planning and timing of their work days” . Kondisi sementara meliputi stuktur waktu pada hari kerja.
    Mayoritas dari pekerja bekerja dengan jadwal 5-9 jam dimana pekerja akan diberi waktu 1 jam untuk istirahat dan makan siang.Faktor-faktor dari kondisi sementara meliputi:

    a. Shift
    Menurut Newstrom (1996:481) dalam satu hari sistem kerja shift dapat dibagi menjadi 3 yaitu shift pagi, shift psore, dan shift malam. Dan berdasarkan banyak penelitian bahwa shift malam dianggap banyak menimbulkan masalah seperti stres yang tinggi, ketidakpuasan kerja dan kinerja yang jelek.

    b. Compressed work weeks
    Menurut Newstrom (1996:481), maksudnya adalah mengurangi jumlah hari kerja dalam seminggu, tetapi menambah jumlah jam kerja perhari. Mengurangi hari kerja dalam seminggu mempunyai dampak yang positif dari karyawan yaitu karyawan akan merasa segar kembali pada waktu bekerja karena masa liburnya lebih lama dan juga dapat mengurangi tingkat absensi dari karyawan.

    c. Flextime
    Menurut Newstrom (1996:481) adalah suatu jadwal kerja dimana karywan dapat memutuskan kapan mulai bkerja dan kapan mengakhiri pekerjaannya selama karywan dapat memenuhi jumlah jam kerja yang ditetapkan oleh badan usaha. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Kondisi kerja dipandang mempunyai peranan yang cukup penting terhadap kenyamanan, ketenangan, dan keamanan kerja. Terciptanya kondisi kerja yang nyaman akan membantu para karyawan untuk bekerja dengan lebih giat sehingga produktivitas dan kepuasan kerja bisa lebih meningkat. Kondisi kerja yang baik merupakan kondisi kerja yang bebas dari gangguan fisik seperti kebisingan, kurangnya penerangan, maupun polusi seta bebas dari gangguan yang bersifat psikologis maupun temporary seperti privasi yang dimiliki karyawan tersebut maupunpengaturan jam kerja.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    4. TATA RUANG KANTOR DAN LINGKUNGAN (FISIK) KANTOR

    TATA RUANG KANTOR (LAYOUT)

    2.1 Pengertian Tata Ruang Kantor
    Menurut Quible (2002), Layout menjelaskan penggunaan ruang secara efektif serta mapu memberikan kepuasan kepada pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukan, maupun memberikan kesan yang mendalam bagi si pegawai.
    Menurut Littlefield dan Peterson (1956), layout merupakan penyusunan perabotan dan perlengkapan kantor pada luas lantai yang tersedia. Menurut Terry (1966), layout sebagai proses penentuan kebutuhan akan ruang dan an tentang penggunaan ruangan secara terperinci guna menyiapkan susunan yang praktis dari faktor-faktor fisik yang dianggap perlu untuk pelaksanaan kerja perkantorandengan biaya yang layak.
    Layout kantor yang efektif akan memberikan manfaat sebagai berikut :
    a. mengoptimalkan penggunaan ruang yang ada secara fektif
    b. mengembangkan lingkungan kerja yang nyaman bagi pegawai
    c. memberikan kesan yang positif terhadap pelanggan perusahaan
    d. menjamin efisiensi dari arus kerja yang ada
    e. meningkatkan produktivitas kerja pegawai
    f. mengantisipasi pengembangan organisasi di masa depan dengan melakukan perencanaan layout yang fleksibel.

    Lebih lanjut, Gustafsson (2002) menyarankan bahwa dalam perencanaan layout organisasi seharusnya memperhatikan tren pekerjaan di masa depan, yaitu :
    1. Pekerjaan berbasis tim (work-based teams). Dewasa ini penggunaan tim menjadi andalan organisasi dalam beradaptasi dengan lingkungan yang berubah secara dinamis. Dengan karakter utama yang dinamis, kantor berkonsep terbuka dan pengoptimalan penggunaan ruang rapat harus dipertimbangkan oleh organisasi dalam perencanaan layout.
    2. Telecommuting. Meningkatnya tren pegawai yang melaksanakan pekerjaannya di rumah atau tempat yang bukan kantor “formal”. Walaupun kebutuhan akan ruanga kantor dapat diminimalisir, namun perlu dipertimbangkan di mana pegawai yang dimaksud pada saat akan menghabiskan waktunya di kantor karena atasan sedang mengajak rapat mingguan atau bulanan. Jadi ruangan bersama yang dapat dibagi dengan telecommuter harus tetap disediakan.
    3. Hoteling. Semakin banyaknya pegawai yang tiap hari berada di lapagan (terutama divisi penjualan) membutuhkan ruangan kantor yang optimal, karena hanya pada saat tertentu mereka datang dan membutuhkan ruangan.

    2.2 Manfaat Tata Ruang Kantor
    Tata ruang kantor yang baik akan bermanfaat bagi organisasi yang bersangkutan dalam menyelesaikan pekerjaan. Pada pokoknya akan diperoleh keuntungan– keuntungan sebagai berikut :
    a. Mencegah penghamburan tenaga dan waktu para pegawai karena berjalan bolak-balik yang seharusnya tidak perlu.
    b. Menjamin kelancaraan proses pekerjaan yang bersangkutan.
    c. Memungkinkan pemakaian ruang kerja secara efisien, yaitu suatu lantai tertentu dapat dipergunakan untuk keperluan yang sebanyak–banyaknya.
    d. Mencegah para pegawai di bagian lain terganggu oleh publik yang akan menemui suatu bagian tertentu.

    Dalam menyusun ruang kerja perkantoran, ada beberapa tujuan yang dicapai. Tujuan itu merupakan pula syarat yang seharusnya dipenuhi dalam setiap tata ruang kantor yang baik. Tujuan yang seharusnya dijadikan pedoman ialah :
    a. Pekerjaan di kantor itu dalam proses pelaksanaannya dapat menempuh jarak yang sependek mungkin
    b. Rangkaian aktivitas tata susaha dapat mengalir secara lancar
    c. Segenap ruang dipergunakan secara efisien untuk keperluan pekerjaan
    d. Kesehatan dan kepuasan bekerja para pegawai dapat terpelihara
    e. Pegawasan terhadappekerjaan dapat berlangsung secara memuaskan
    f. Pihak luar yang mengunjungi kantor yagn bersangkutan mendapat kesan yang baik tentang organisasi
    g. Susunan tempat kerja dapat dipergunakan untuk berbagai pekerjaan dan mudah diubah sewaktu–waktu diperlukan

    Geoffry dan Mills dan Oliver Standingford menegaskan bahwa berbagai tujuan penyusunan tata ruang yang baik bagi suatu kantor ialah :
    a. Persyaratan peratutan perundang–undangnya dipenuhi
    b. Ruang dipergunakan sampai manfaat yang terbesar
    c. Pelayanan–pelayanan tersedia sepanjang diperlukan tenaga listrik, telepon dan lain–lain
    d. Persyaratan kerja yang baik disediakan bagi setiap orang
    e. Pengawasan dapat melihat para petugas sedang bekerja
    f. Rasa kesatuan dan kesetiaan terhadap kelompok kerja dipelihara
    g. Komunikasi dan arus kerja diperlancar
    h. Lalu lintas para petugas tata usaha diantara meja dan almari arsip dipisahkan
    i. Saling mengganggu di antara para juru tata usaha dihindarkan
    j. Kebebasan diri dan keamanan diusahakan sepanjang perlu

    2.3 Asas Tata Ruang Kantor
    Richard Muthler mengemukakan 6 asas mengenai pokok tata ruang pabrik yang terbaik. Walau asas asas diperuntukkan bagi tempat kerja yang tugasnya menghasilkan suatu barang, namun dengan penyesuaian seperlunya dapatlah beberapa diantaranya dijadikan dasar bagi tata ruang kantor. Beberapa asas itu diantaranya ialah :
    a. Asas mengenai jarak terpendek
    Dengan tidak mengabaikan hal–hal khusus, suatu tata ruang yang terbaik ialah yang memungkinkan proses penyelesaian sesuatu pekerjaan menempuh jarak yang terpendek–pendeknya. Dalam hal ini garis lurus antara 2 titik adalah jarak yang terpendek. Dalam menyusun tempat kerja dan menetapkan alat–alat hendaknya asas ini dijalankan sejauh mungkin.
    b. Asas mengenai rangkaian kerja
    Dengan tidak mengabaikan hal–hal khusus, tata ruang yang baik adalah yang menempatkan para pegawai dan alat–alat kantor menurut rangkaian yang sejalan dengan urut–urutan penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan. Asas ini merupakan bagian dari asas mengenai jarak terpendek. Menurut asas ini suatu pekerjaan harus senantiasa bergerak maju dari permulaan dikerjakan sampai selesai dikerjakan, tidak ada gerakan mundur atau menyilang. Hal ini berarti bahwa jalan yang ditempuh harus selalu berbentuk garis lurus. Yang terpenting ialah proses itu selalu mengarah maju ke depan menuju penyelesaian. Bentuknya dapat berupa garis bersiku atau lingkaran atau berbentuk huruf L atau U.
    c. Asas mengenai penggunaan segenap ruang
    Suatu tata ruang yang baik ialah yang mempergunakan sepenuhnya semua ruang yang ada. Ruang itu tidak hanya yang berupa luas lantai saja (ruang datar). Melainkan juga ruang yang vertikal ke atas maupun ke bawah. Jadi di mana mungkin tidak ada ruagn yagn dibiarkan tidak terpakai
    d. Asas mengenai perubahan susunan tempat kerja
    Dengan tidak mengabaikan hal–hal khusus, suatu tata ruang yang terbaik ialah yang dapat diubah atau disusun kembali dengan tidak terlampau sukar atau tidak memakan biaya yang sangat besar.

    2.4 Macam Tata Ruang Kantor
    Tata ruang perkantoran dapat dibedakan dalam 2 macam yaitu :
    1. Tata ruang kantor terpisah
    Susunan ruangan untuk bekerja terbagi-bagi dalam beberapa satuan yang dibagi-bagi karena keadaan gedung yang terdiri atas kamar-kamar maupun karena disegaja dibauat pemisah buatan
    2. Tata ruang kantor yang terbuka
    Menurut susunan Ruangan kerja yang dipisah-pisahkan tetapi semua aktivitasnya dilaksanakan pada satu ruang besar terbuka.

    2.5 Konsep Kantor Terbuka
    Salah satu keputusan strategis yang perlu diambil perusahaan dalam mendesain layout perkantoran adalah apakah menggunakan konsep kantor konvensional atau konsep kantor terbuka atau menggabungkan keduanya. Konsep kantor konvensional banyak menggunakan dinding permanent yang secara tidak langsung merefleksikan struktur organisasi yang digunakan, yaitu birokrasi. Sedangkan konsep kantor terbuka menurut Quible (2001) lebih mendasarkan pada konsistensi konsistensi hubungan antara tugas dan tanggung jawab pegawai dengan ruang kantor itu sendiri. Desain layout ini juga membantu memenuhi kebutuhan masing-masing pegawai berkaitan dengan tugas yang harus dilakukan, alat, peralatan yang diperlukan dengan lingkungan fisik kantor yang mendukung tugasnya. Brydone (2002) menjelaskan konsep ini dapat meningkatkan kerja sama antarpegawai dengan terciptanya lingkungan kantor yang mendukung komunikasi terbuka, sehingga produktivitas pekerjaan administrasi meningkat. Wah (1998) juga menyebutkan bahwa desain ini dapat mendorong proses kreatif yang diharapkan dari pegawai yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kreatif.
    Dengan berbagai kelebihannya konsep ini telah digunakan oleh lebih dari dua pertiga kantor di dunia dan juga yang menggabungkannya dengan konsep konvensional (Myerson, 2005). Kepopulerannya sebagian besar didasarkan pada efisiensinya dalam melakukan perubahan layout, walaupun masalah privasi dan gangguan suara yang didapat pegawai ketika membutuhkan ketenangan dalam bekerja juga perlu mendapat perhatian. Menurut Quible (2001), ada beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan konsep ini :
    a. Penggunaan dinding permanent yang minim
    b. Penempatan masing-masing unit kerja yang akan meminimalisir terjadinya work backlogs ataupun crisscrossing pekerjaan
    c. Memberikan perhatian khusu terhadap akustik dan gangguan suara guna menciptakan lingkungan kerja yang nyaman. Kualitas akustik dapat dianggap baik apabila dalam jarak 15 kaki dari sumber suara tidak mengganggu pegawai lainnya.
    d. AC dan kotrol kelembaban yang terpusat akan mudah dikendalikan.
    e. Pola warna dan pengaturan furniture yang tepat akan menjadikan lingkungan kerja kondusif bagi pegawai. Penggunaan panel maupun meja kursi yang portable akan menyediakan privasi dan menambah estetika area tersebut.
    a. Keefektivitasan Tata Ruang Kantor Terbuka
    1. Memungkinkan pengawasan yang lebih efektif terhadap segenap pegawai
    2. lebih memudahkan hubungan antar para pegawai
    3. Lebih memudahkan tersebarnya cahaya dan perubahan udara
    4. Jika terjadi penambahan pegawai/perabot kantor, tata ruang yang terbuka lebih mudah menampungnya.
    b. Kelebihan dan kekurangan
    Menurut Quible (2001), beberapa kelebihan konsep ini antara lain :
    1. biaya perubahan layout sangat murah dibandingkan konsep konvensional.
    2. biaya instalasi pertama lebih murah dibandingkan konsep konvensional.
    3. pengurangan jumlah dinding permanent dan kantor private meningkatkan penggunaan ruang yang tersedia.
    4. meningkatkan produktivitas melalui efisiensi arus kerja, meningkatkan komunikasi, meningkatkan moral, keterlibatan emosional pegawai, serta meningkatkan kenyamanan mereka.
    5. menghemat energi
    Kelemahannya konsep ini antara lain :
    1. Kurang tersedianya privasi dalam ruang kantor
    2. Ketidaksesuaian dengan struktur organisasi yang birokratis atau kultur budaya yang cenderung otokratis
    3. Kurang efektif bagi pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi, seperti departemen administrasi keuangan.
    c. Model kantor dengan konsep terbuka
    1. Landscape. Konsep ini dikembangkan oleh Quickboner Team dari Jerman dan mulai diimplementasikan sejak tahun 1960-an dan hingga sekarang digunakan secara missal di Jerman. Konsep ini merupakan gabungan dua konsep berikut serta masih menyisakan penempatan tanaman sebagai dekorasi ruangan sehingga ruangan lebih hidup.
    2. Modular workstation Unit. Karakteristik model ini adalah penggunaan komponen furniture yang menggunakan panel untuk menciptakan ruangan kerja yang individual.
    3. Movable Cluster Workstation Unit. Konsep ini diterapkan dengan mengelompokkan ruangan kerja menjadi kumpulan panel-panel yang menggunakan roda bergerak, sehingga pengguna bias bebas bergerak. Model ini menyediakan fleksibilitas dalam mengubah layout dan mendesain ulang tempat kerja pegawai.








    BAB III
    LINGKUNGAN ( FISIK ) KANTOR

    3.1 Dasar Penentuan Tempat
    Dalam pemilihan lokasi kantor/tempat kantor terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Terry (Dalam Gie 2000) faktor–faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih tempat/lokasi kantor ialah :
    a. Corak Gedung, termasuk warna gedung, ukuran, reputasi, usia, usia gedung , pelayanan yang tersedia
    b. Fasilitas gedung yaitu fasilitas fasilitas yang membuat gedung menjadi lebih baik seperti AC, listrik, tempat parkir, jalan keluar dll
    c. Dekatnya kantor dengan perusahaan. Contohnya hubungan para pelanggan, fasilitas pengakutan, pusat pertokoan, hotel, kantor pos, dll
    d. Biaya . Semua faktor yang menimbulkan biaya tetepi dipertimbangkan biaya yang minimal
    e. Stabilitas penyewa. Bila kantor disewa perlu dipertimbangkan stabilitas penyewaan (lama penyewaan). Perpindahan kantor sering dilakukan akan berdampak negatif, terutama pada perusahaaan yang sudah besar.
    f. Flexsibelitas ruangan. Meliputi ruang yang memungkinkan pengaturan yang cocok untuk bermacam–macam bagian kantor, ukuran diesign yang cocok untuk tempat peralatan, mesin–mesin. Disini perlu diperhatikan bisa tidaknya dilakukan perubahan–perubahan terhadap ruang itu sendiri
    g. Penerangan dan ventilasi. Tiap ruangan diusahakan mendapat penerangan alam, ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup
    h. Bebas dari kotoran dan suara gaduh. Fokusnya adalah kebersihan udara, lingkungan dan suara gaduh, karena itu akan dapat menggangu pekerjaan kantor

    Dalam melakukan penetuan tata letak kantor diperluakan sebuah perencanaan. Perencanaan ini sangat penting karena akan mempengaruhi seluruh tahapan berikutnya. Dan yang jauh lebih penting lagi adalah apakah layout membuat kerja berlangsung secara efektif dan efisien. Sebagian besar tahapan ini adalah untuk menilai apa yang dibutuhkan oleh organisasi melalui proses pengumpulan informasi, kemudian ditransformasikan dalam bentuk gambar dan akhirnya ke dalam bentuk layout yang aktual. Menurut Quible (2001), ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain :
    a. Tugas pegawai. Jenis tugas dan tingkat otonomi yang dimiliki pegawai akan mempengaruhi penggunaan jenis fasilitas kantor yang dibutuhkan guna pengoptimalan kinerja mereka. Namun mengingat lingkungan yang selalu berubah hendaknya perencanaan layout juga mempertimbangkan faktor fleksibilitas sehingga layout mudah diubah sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam beradaptasi dengan lingkungan.
    b. Arus kerja. Analisis arus kerja (work-flow) dengan mengacu pada pergerakan informasi dan tugas secara horizontal atau vertical terutama sangat diperlukan dalam perancangan layout. Menurut Gie (2000), Arus kerja yang efisien akan menempatkan pegawai dan peralatan dengan pola garis lurus informasi, sehingga akan mengeliminasi backtracking maupun crisscrossing pekerjaan.
    c. Bagan organisasi. Ketika arus kerja berlangsung secara vertical, bagan organisasi akan menggambarkan rentang wewenang masing-masing anggota organisasi. Hal ini juga akan mengidentifikasi hubungan kerja antar pegawai dilevel yang sama dan membantu dalam menjelaskan lokasi yang tepat bagi pegawai maupun unit kerja.
    d. Proyeksi kebutuhan tenaga kerja di masa datang. Menjelaskan berapa luas area yang dibutuhkan jika perusahaan akan melakukan perluasan atau pengurangan di masa depan.
    e. Jaringan komunikasi. Analisis bentuk interaksi maupun media yang digunakan untuk berkomunikasi yang dilakukan oleh pegawai maupun departemen sangat membantu dalam perancangan layout kantor. Semakin tinggi frekuensi hubungan yang dilakukan maka semakin dekat ruanganya.
    f. Departemen dalam organisasi. Banyak perusahaan mengelola kantornya bedasarkan fungsi, terutama departemen yang berpengaruh terhadap keputusan penempatan ruang kerja yang biasanya ditetapkan berdasarkan arus kerja diantara mereka.
    g. Kantor publik dan privat. Pada masa lalu penggunaan kantor private akan menunjukkan prestisse dan status suatu perusahaan atau organisasi di mata masyarakat. Namun, pemanfaatan kantor sekarang lebih mengarah pada pemakaian kantor bersama, karena biaya pengoperasian kantor lebih murah.
    h. Kebutuhan ruang. Beberapa faktor yang dapar menjelaskan ruangan minimum yang dibutuhkan oleh pegawai adalah pegawai yang membutuhkan peralatan dalam melaksanakan tugasnya akan membutuhkan ruangan yang lebih besar dibandingkan yang tidak.
    i. Pertimbangan keamanan. Pada dasarnya, desain dan layout kantor memfasilitasi pergerakan pegawai dari satu area ke area yang lain. Perencanaan tersebut harus dapat membuat pegawai bergerak secara mudah tanpa terhambat.
    j. Pembiayaan ruang perkantoran. Dapat diaktakan bahwa investasi perusahaan dalam ruang kantor melebihi investasinya di bidang SDM, dimana hubungan positif dari keduanya sangat dibutuhkan.

    3.2 Prinsip layout yang efektif
    Menurut Martinez (1990) dan Quible (2001), ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan guna mendesain layout kantor yang efektif, antara lain :
    1. Menganalisis hubungan antara peralatan, informasi, dan pegawai dalam arus kerja
    2. Mengondisikan arus kerja agar bergerak dalam bentuk garis lurus dan meminimalisir kemungkinan terjadinya crisscrossing dan backtacking.
    3. Pegawai maupun tim, kerja yang melakukan pekerjaan serupa harus ditempatkan dalam area yang berdekatan
    4. Pegawai maupun divisi yang berhubungan dengan public harus ditempatkan berdekatan dengan pintu masuk kantor.
    5. Pegawai maupun tim kerja yang membutuhkan konsentrasi harus ditempatkan diruang kerja yang suasananya lebih tenang.
    6. Alokasi ruang harus berdasarkan posisi, pekerjaan yang dilakukan, dan peralatan khusus yang diperlukan masing-masing individu.
    7. Furniture dan peralatan harus sesuai dengan kebutuhan.
    8. Lorong harus nyaman dan lebar untuk mengantisipasi pergerakan yang efisien dari pekerja.
    9. Pertimbangan keamanan harus diberikan prioritas tinggi
    10. Area terbuka yang besar lebih efisien dibandingkan ruang kecil yang tertutup.
    11. Provisi yang tepat bagi pencahayaan, dekorasi AC, kelembaban dan kontrol suara
    12. Memperhatikan kebutuhan perluasan kantor di masa datang.
    13. Pekerjaan harus datang pada pegawai bukan sebaliknya.

    3.3 Area khusus
    Ada beberapa area khusus yang harus diperhatikan dalam merencanakan layout perkantoran, yaitu :
    a. Reception area. Area ini sangat berpengaruh dalam menciptakan kesan pertama terhadap suatu organisasi. Kesan pertama yang baik akan berdampak positif dengan meningkatnya citra perusahaan di masyarakat, dan sedikit banyak akan berpengaruh pada kinerja perusahaan..Pegawai sebagai pelanggan internal perusahaan, akan merasa nyaman kerja di kantor sehingga produktivitas meningkat, sementara pelanggan akan meningkat kepuasannya karena ruang yang representative.
    b. Ruang konferensi. Ruang ini semakin dibutuhkan dewasa ini karena penggunaan tim kerja yang semakin meningkat akan membutuhkan tempat diskusi atau rapat yang representatif. Kondisi ini sejalan dengan makin mahalnya biaya penyediaan ruang kantor sehingga keberadaanya ruang ini dapat dioptimalkan, apalagi jika perusahaan menggunakan kantor yang menggunakan konsep ruang kantor terbuka.
    c. Ruang computer. Perawatan ruang ini harus diperhatikan secara cermat karena harus benar-benar terlindung dari bahaya kebakaran dan menjaga agar hardwere serta software yang dibeli aman serta dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.. dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat proyeksi kebutuhan akan computer dan peralatan lain yang berhubungan juga patut diperhatikan.
    d. Ruang persuratan. Ruang ini merupakan pusat komunikasi, terutama jika perusahaan masih menggunakan dokumen dalam bentuk kertas. Oleh karena itu sebaiknya ruangan ini ditempatkan berdekatan dengan ruangan penerima disuatu gedung, bahkan lebih baikjika terletak di pusat kantor. Umumnya terdiri dari tiga area :
    i. Area penerimaan, dimana surat akan diterima, dicatat dan diteruskan pada area seleksi.
    ii. Area seleksi, di mana surat dipilih dan siap untuk didistribusikan kepada pihak yang dituju.
    iii. Area surat keluar, di mana surat keluar biasanya distempel, diberi nomor, dan sebagainya sebelum dikirim ke pihak luar.
    e. Ruang panggandaan. Ruang ini biasanya dipakai untuk layanan fotokopy dan printer dengan kecepatan tinggi. Sebaiknya terletak di tempat yang bias diakses oleh mayoritas pengguna layanan ini.
    f. Area pusat penyimpanan. Dengan memperhatikan aksesibilitas bagi semua pihak dalam mendapatkan informasi yang diinginkan, sebaiknya ruangan initerletak di pusat aktivitas kantor sehingga semua anggota organisasi mudah mengaksesnya.

    3.4 Meyiapkan Tata Ruang Kantor

    Setelah menyelesaikan riset dan analisis, manajer administrasi disarankan untuk membuat model hasil analisis dan rekomendasi perancangan ruang kantor. Model yang telah dibuat dapat dikomunikasikan kepada pegawai yang akan menggunakan, apakah desain kantor baru tersebut dapat ditrerima oleh pegawai yang dimaksud dan saran apa yang dapat diakomodasikan dalam perancangan ruang kantor tersebut. Hal ini sesuai dengan saran Brydone (2002), bahwa perancangan ruang kantor baru harus mendapatkan tanggapan yang positif dari pegawai yang akan menempati ruangan tersebut. Langkah pertama adalah melakukan penskalaan dan letak setiap peralatan serta furniture yang menggunakan skala yang sama. Ada beberapa alat yang bisa digunakan :
    a. Templates.
    Terdiri atas versi skala kecil dari furniture dan peralatan kantor yang biasanya terbuat dari plastic atau kertas.
    b. Cutouts
    Terbuat dari kertas maupun plastic yang dilekatkan, juga merupakan versi skala kecil furniture dan peralatan kantor.
    c. Plastic Models.
    Versi kecil dari furniture dan peralatan kantor yang berupa model tiga dimensi yang dapat diletakkan di lantai perencanaan.
    d. Magnetic Boaard.
    Yang terdiri dari model yang bermagnet dan biasa dilekatkan di papan perencanaan..
    e. Computer Aided Desain(CAD)
    Penggunaan program computer (CAD) dalam membuat layout kantor yang memungkinkan tampilan tiga dimensi kantor. CAD semakin memudahkan diskusi yang dilakukan antara desainer, kontraktor, dan manajer kantor yang melakukan perencanaan dan pembangunan kantor perusahaan. Kita juga bias membuat kantor secara virtual dengan bantuan game computer, misalnya Simulations dengan gambar.

    3.5 Standar Ruang Kantor
    Setiap kantor mempunyai persyaratan lingkungan fisik yang harus diperhatikan dan diatur sebaik baiknya oleh setiap manajer perkantoran yang modern. Sebagai contoh di negara Inggris dalam 1963 telah ditetapkan undang undang mengenai kantor (THE OFFICE ACT) yagn antara lain menetapkan prsayratan atau stadar yang harus dimiliki oleh setiap ruang kantor.
    Standar itu meliputi hal hal sebagai berikut :
    a. Kebersihan
    Bangunan, perlengkapan, dan perabotan harus dipelihara bersih
    b. Luas ruang kantor tidak boleh dijejal dengan pegawai. Ruang kerja harus menyediakan luas lantai 40 square feet sama dengan 3.7 m2 untuk setiap petugas
    c. Suhu Udara
    Temperatur yang layak harus dipertahankan dalam ruang kerja ( minimum 16 C = 61F)
    d. Ventilasi
    Peredaran udara segar atau udara yang telah dibersihkan harus diusahakan dalam ruang kerja
    e. Penerangan Cahaya
    Cahaya alam / lampu yang cocok dan cukup harus diusahakan, sedang perlengkapan penerangan dirawat dengan seharusnya
    f. Fasilitas kesehatan
    Kamar kecil, tolitet, dan sejenisnya harus disediakan untuk para petugas serta terpelihara kebersihannya
    g. Fasilitas Cuci
    Ruang Cuci muka / tangan dengan air hangat dan dingin berikut sabun dan handuk harus disediakan untuk secukupnya.
    h. Air minum
    Air bersih untuk keperluan minum petugas harus disediakan melalui pipa / tempat penampungan khusus
    i. Tempat pakaian
    Dalam kantor harus disediakan temapt untuk menggantungkan pakaian yang tidak dipakai petugas sewaktu kerja dan fasilitas untuk mengeringkan pakaian yang basah
    j. Tempat duduk
    petugas harus disediakan tempat duduk untuk keperluan bekerja dengan sandaran kaki bila perlu
    k. Lantai, gang , dan tangga
    Lantai harus dijaga agar tidak mudah orang tergelincir, tangga diberi pegangan untuk tangan, dan bagian–bagian yang terbuka diberi pagar
    l. Mesin
    Bagian mesin yang berbahaya harus diberi pelindung dari petugas yane memakainya harus cukup terlatih
    m. Beban berat
    Petugas tidak boleh ditugaskan mengangkat , membawa atau memindahkan beban berat yang dapat mendatangkan kecelakaan
    n. Pertolongan pertama
    Dalam ruang kerja harus dissediakan kotak / lemari obat untuk pertolongan pertama maupun seseorang pegawai yagn terlatih memberikan pertolongan itu
    o. Penjagaan kebakaran
    Alat pemadam kebakaran dan sarana untuk melariakn dari bahaya kebakaran harus disediakan secara memadai termasuk lonceng tanda bahaya kebakaran
    p. Pemberitahuan kecelakaan
    Kecelakaan dalam kantor yagn menyebakan kematian atau absen petugas lebih dari 3 hari harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib
    Demikianlah sekedar contoh mengenai beberapa ketat dan lengkap persyaratan minimum yang harus dipenuhi oleh suatu kantor di negara maju saat ini.

    3.6 Faktor Yang Berhubungan Dengan Standar Tata Ruang Kantor
    Selain standart ruang kantor tersebut pula hal penting yang mempengaruhi efesinsi dalam pekerjaan perkantoran akan diuraikan lebih lanjut.
    1. Cahaya.
    Cahaya penerangan yang cukup baik dan memancar dengan tepat akan menambah efesiensi kerja para pegawai, karena mereka dapat bekerja dengan lebih cepat, sedikit membuat kesalahan, dan matanya tidak lekas lelah. Banyak ketidak beresan perkerjaan kantor disebabkan penerangan yang buruk, misalnya ruang terlampau gelap atau pegawai harus bekerja dibawah penerangan yang menyilaukan.
    Cahaya yang abadi / permanen ialah matahari dan cahaya buatan seperti lampu-lampu. Menurut penelitian cahaya matahari mampu menembus 6-7,5 meter dalam ruangan. Oleh karena itu sering digunakan cahaya lampu untuk mengatur penerangan dalam suatu kantor.
    Cahaya penerangan buatan manusia terbagi 4 yaitu
    a. Cahaya langsung seperti lampu-lampu
    b. Cahaya setengah langsung biasanya dibuat penopang lampu dengan kaca
    c. Cahaya setengah tak langsung
    d. Cahaya tak langsung. penerangan lampu yang terbaik adalah cahaya tak langsung karena akan memelihara kesejukan mata.
    2. Warna
    Bersama dengan cahaya, warna merupakan faktor yang penting untuk memperbesar efisiensi kerja pegawai. Khususnya warna akan mempengaruhi keadaan jiwa mereka. Dengan memakai warna yang tepat pada dinding ruang dan alat alat lainnya, kegembiraan dan ketenangan bekerja para pegawai akan terpelihara. Selain itu, warna yang tepat juga akan mencegah kesilauan yang mungkin timbul karena cahaya yang berlebihan. Menurut ahli ada 3 warna pokok yaitu:merah, kuning dan biru.
    a. Merah yaitu menggambarkan panas dan kegemparan pekerja, dapat menimbulkan emosi
    b. Kuning yaitu menggambarkan kehangatan matahari, merangsang mata dan syaraf, dapat menimbulkan perasaan riang gembira
    c. Biru yaitu menggambarkan kelembutan langit dan samudra, menyejukkan, keleluasaan, dan ketentraman. Pengaruh warna biru dapat mengurangi ketegangan otot-otot tubuh dan tekanan darah.
    Menurut penelitian warna-warna yang digunakan dengan gedung perkantoran yaitu :
    88% warna putih
    88% campuran warna putih dan hijau
    83 % warna abu-abu
    81 % warna gading
    Warna yang tepat untuk suatu kantor tergantung pada macam dan sifatnya pekerjaan di kantor yang bersangkutan. Jika pekerjaan membutuhkan ketenangan sebaiknya dipakai warna biru pada dinding kantor. Jika pekerjaan merupakan produktivitas diperlukan warna putih.
    3. Udara.
    Manfaat pemasangan sistem yang dapat menjaga kondisi udara yang baik dan stabil akan lebih berharga dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan. Apabila tingkat kenyamanan pegawai ditingkatkan, tingkat produktivitas mereka akan dapat ditingkatkan dan efesiensi dapat dimaksimalkan. Ketidakhadiran juga dapat dikurangi dan pada beberapa kasusu kesehatn pegawai diharapakan membaik, sehingga biaya kesehatan yang ditanggung perusahaan dapat diminimalkan .
    Udara untuk AC di ruangan kantor biasanya dipakai 270 C, usaha-usaha yang dibuat yaitu :
    a. Mengatur suhu udara dalam ruang kerja dengan alat AC atau kipas angin
    b. Mengusahakan sebanyak mungkin peredaran udara dalam ruangan kerja
    c. Mengatur pemakaian kerja yang dipakai oleh para pekerja
    4. Suara
    Untuk mengatasi suara yang sering mengurangi efesiensi kerja pegawai, hendaknya dipaerhatikan letak alat alat kantor. Usaha lain yang dapat dijalankan dalam kamar yang memakai alat gaduh ialah pada langit langit atau dindingnya dipakai lapisan penyerap suara. Lapisan ini seperti karton tebal dan permukaannya lobang–lobang. Cara lain untuk mengurangi kegaduhan misalnya mesin mesin tik dibawahnya diberi alas karet busa tipis. Untuk pesawat telepon, ada baiknya dibuatkan bilik kecil yang dapat ditutup rapat. Dengan demikian, pembicaraan takkan terganggu oleh suara mesin tik atau menggangu pegawai lain yang sedang bekerja. Ini juga bermanfaat jika seorang pejabat harus membicarakan sesuatu yang besifat rahasia sehingga tidak boleh didenganr pegawai sekelilingnya.
    Suatu cara yang akhir akhir ini dijalankan diluar negeri untuk menambah efesiensi kerja ialah penggunaan musik. Dari percobaan percobaan telah terbukti bahwa lagu-lagu yang tenang dan lembut dapat mengurangi ketegangan syaraf dan kebosanan serta menambah kegembiraan kerja.

    3.7 Perpindahan Kantor
    Suatu ruang kantor sebaiknya tidak merupakan suatu benda mati yang tidak dapat diubah lagi. Apabila suatu saat nanti suatu tata ruang ternyata masih dapat diperbaiki, hendaknya pimpinan tidak ragu–ragu untuk menyempurnakan. Sebaiknya secara berkala dilakukan peninjauan terhadap tata ruang kantor, misalnya setiap tahun sekali. Hal ini berlaku apabila tidak ada sesuatu perubahan mengenai kantor / organisasi yang bersangkutan. Apabila pada suatu saat terjadi perubahan yang mempunyai pengaruh terhadap kantor itu, peninjauan kembali merupakan keharusan.
    Hal–hal yang umumnya mengharuskan perpidahan kantor ialah :
    a. penambahan atau pengurangan pegawai pada kantor yang bersangkutan
    b. penambahan atau penggatian perabot kantor atau alat alat kerja lainnya
    c. perubahan mengenai proses penyelesaian suatu pekerjaan
    d. penambahan, pengurangan atau perubahan tugas pekerjaan pada satuan yang bersangkutan, baik mengenai macamnya maupun kuantitasnya












    BAB IV
    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan
    Pada sebagian besar organisasi, manejer mempunyai kecenderungan lebih banyak kemampuan daripada karyawan lain untuk merencanakan dan merancang layout. Alasan ini dikarenakan manajer lebih akrab dengan banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan dan desain. Tidak ada karyawan lain yang mungkin seakrab itu dengan pola aliran kerja dan proses komunikasi organisasi secara luas.
    Proyek layout melibatkan lebih dari sekedar meletakkan fitur dan peralatan pada area yang disediakan. Perusahaan yang mengaggap bahwa proyek layout hanya sekedar mengatur furnitur dan peralatan akan menyadari bahwa hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Satu satunya cara untuk memperbaiki adalah dengan memperhatikan faktor lain yang mempengaruhi layout kantor dan membuat perubahan yang diperlukan. Kecuali, manajer itu mempunyai latihan mendesain layout kantor secara dalam, manajer sebaiknya berkonsultasi demgam orang yang mempunyai keahlian di bidang tersebut. Biaya konsultasi mungkin akan lebih efisien dan menghasilkan layout yang lebih efektif sejak awal. Dibandingkan dengan layout yang dikembangkan dengan proses percobaan yang lama.
    Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki membuat manajer layak dan mampu membantu perusahaan dalam mendesain lingkungan yang efektif. Tidak hanya karyawan yang mungkin lebih akrab dengan komponen dasar lingkungan yang efektif. Pada banyak instansi, lingkungan tempat mereka bekerja akan berpengaruh lebih banyak dari pada layout tempat mereka. Kecuali beberapa elemen dasar manajemen, lingkungan kerja akan berpegnaruh cukup besar terhadap tingkat produktivitas karyawan dibandingkan faktor lainnya.
    Lingkungan yang efektif adalah lingkungan yang seimbang, dalam arti meningkatkan 1 elemen lingkungan sedangkan elemen yang lain mengecewakan akan membuat hasil tidak sesuai dengan karyawan yang diharapkan. Untuk itu, pemahaman dan pengertian akan kebutuahn fisik dan psikologi karywaan, yang dapat dipenuhi dengan penciptaan lingkungan kerja yang kondusif, akan membantu pegawai mencapai tingkat produktivitas yang diinginkan.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    3. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Lingkungan Hidup !!!

    A. Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
    Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
    Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
    Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
    Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
    Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
    Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
    Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
    Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
    Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
    A. Kesehatan Kerja
    Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
    Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
    Status kesehatan seseorang.

    • Menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
    1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,pekerjaan).
    2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
    3. 3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan
    4. 4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
    • Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum,konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
    • Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja  beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental,  maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan  lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
    Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
    a. Sasarannya adalah manusia
    b. Bersifat medis.
    B. Keselamatan Kerja
    Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
    Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
    Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
    Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
    Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
    a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
    b. Bersifat teknik.
    Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam : ada yang
    menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat
    K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
    C. Tujuan K3
    Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
    Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
    1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
    2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
    D. Ruang Lingkup K3
    Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
    • Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
    • Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
    1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
    2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan
    3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
    4. Proses produksi
    5. Karakteristik dan sifat pekerjaan
    6. Teknologi dan metodologi kerja
    • Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
    • Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

    B. Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global
    1. Dalam bidang pengorganisasian
    Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
    Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
    1. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
    2. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
    3. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.Kasubdit konstruksi bangunan,instalasi listrik dan penangkal petir,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan
    4. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;Kasubdit Kesehatan tenaga kerja,Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja,Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
    Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll)
    2. Dalam bidang regulasi
    Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
    1. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
    2. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
    3. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
    4. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
    5. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
    6. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
    7. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
    3. Dalam bidang pendidikan
    Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
    1. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
    2. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip,dll dan jurusan K3 FKM UI.
    3. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM,   UNDIP, UI, Unair.
    Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus mempelajari K3.
    C. Kecelakaan kerja
    1. Pengertian
    Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
    2. Penyebab kecelakaan kerja
    Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab dasar (basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes)
    a. Penyebab Dasar
    1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
    kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
    kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
    stress
    motivasi yang tidak cukup/salah
    2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
    tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
    tidak cukup rekayasa (engineering)
    tidak cukup pembelian/pengadaan barang
    tidak cukup perawatan (maintenance)
    tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
    tidak cukup standard-standard kerja
    penyalahgunaan
    b. Penyebab Langsung
    1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
    Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
    Bahan, alat-alat/peralatan rusak
    Terlalu sesak/sempit
    Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
    Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
    Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
    Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
    Bising
    Paparan radiasi
    Ventilasi dan penerangan yang kurang
    2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
    Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
    Gagal untuk memberi peringatan.
    Gagal untuk mengamankan.
    Bekerja dengan kecepatan yang salah.
    Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
    Memindahkan alat-alat keselamatan.
    Menggunakan alat yang rusak.
    Menggunakan alat dengan cara yang salah.
    Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
    Data-data tentang Kecelakaan Kerja
    Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 - 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata - rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh.  www.gatra.com)
    Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak dapat bekerja kembali. “Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja,” ujarnya (www.kompas.co.id)
    Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
    Faktor Risiko di Tempat Kerja
    Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
    Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
    Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
    1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
    2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
    3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
    Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
    Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
    Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan.
    Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%.
    Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
    Keselamatan Kerja
    Balai K3 Bandung <hiperkes@bdg.centrin.net.id>
    Definisi: Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan kerja.
    Merupakan sarana utama untuk pencegahan kerugian; cacat & kematian sebagai kecelakaan kerja,
    kebakaran, & ledakan.
    • Sasaran
    Tempat kerja: darat, udara, dalam tanah, permukaan air, dalam air.
    Mencakup: Proses produksi & distribusi (barang & jasa)
    • Peranan keselamatan kerja
    Aspek teknis    : Upaya preventif utk mencegah timbulnya resiko kerja
    Aspek Hukum    : Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK) & orang lain di tempat kerja
    Aspek ekonomi    : Untuk efisiensi
    Aspek sosial    : Menjamin kelangsungan kerja & penghasilan bagi kehidupan yang layak
    Aspek kultural    : Mendorong terwujudnya sikap & perilaku yang disiplin, tertib, cermat, kreatif,
    inovatif,   & penuh tanggung jawab.
    • Hampir celaka (near miss): Suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan, dalam kondisi yang sedikit berbeda dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
    Contoh: seseorang yang hampir terpeleset, tapi segera berpegangan pada pagar pengaman.
    • Kesadaran akan keselamatan masih rendah, salah satu indikasinya:
    Kecelakaan kerja (2005): 96.081 kasus di Indonesia
    Kecelakaan kerja  (2006): 92.000 kasus di Indonesia
    • Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya.
    Kecelakaan dapat dicegah atau dikurangi dengan menghilangkan atau mengurangi penyebabnya.
    Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan.
    Kerugian kecelakaan kerja (5K): kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan & kesedihan, kelainan & cacat, kematian.
    • Penyebab kecelakaan manusia, mesin, lingkungan
    - Kondisi yang tidak aman (15%)
    - Tindakan yang tidak aman (85%)
    • Konsep modern manajemen keselamatan:
    Sebab-sebab kecelakaan: Secara umum ada 2 penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
    -Penyebab langsung: Kecelakaan yg bisa dilihat & dirasakan langsung
    Penyebab Dasar: (basic cause)
    • Penyebab langsung:
    - Unsafe conditions & sub-standard conditions
    - Unsafe acts & sub-standard practice
    • Unsafe conditions & sub-standard conditions (kondisi berbahaya): keadaan yang tidak aman pada hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki
    - Pengaman yang tidak sempurna
    - Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
    -Penerangan kurang/berlebih
    - Ventilasi kurang
    - Iklim kerja tidak sesuai
    - Getaran
    - Kebisingan cukup tinggi
    - Pakaian tidak sesuai
    - Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping)
    • Unsafe acts & sub-standard practice (tindakan yang berbahaya): tindakan/perbuatan yang menyimpang dari tata cara/prosedur aman
    - Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
    - Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah)
    - Memindahkan alat-alat keselamatan
    - Menggunakan alat yang rusak
    - Menggunakan alat dg cara yang salah
    - Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman
    - Mengangkat secara salah
    - Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau)
    - Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan
    - Mabuk karena minuman beralkohol
    • Penyebab dasar kecelakaan kerja:
    - Faktor manusia
    * Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi
    * Kurangnya pengetahuan & ketrampilan
    * Stres
    * Motivasi yang salah
    - Faktor lingkungan
    * Kepemimpinan/pengawasan kurang
    * Peralatan & bahan kurang
    * Perawatan peralatan yang kurang
    * Standar kerja kurang
    • Biaya langsung dari kecelakaan kerja:
    - P3K
    - Pengobatan
    - Perawatan
    - Biaya Rumah Sakit
    - Angkutan
    - Upah (selama tidak bekerja)
    -Kompensasi
    • Faktor penyebab kejadian kecelakan di industri, antara lain:
    - Kegagalan komponen, misalnya desain alat yang tidak memadai & tidak mampu menahan     tekanan, suhu atau bahan korosif
    - Penyimpangan dari kondisi operasi normal, seperti kegagalan dalam pemantauan proses,     kesalahan prosedur, terbentuknya produk samping
    - Kesalahan manusia (human error), seperti mencampur bahan kimia tanpa mengetahui jenis &     sifatnya, kurang terampil, & salah komunikasi
    Faktor lain, misalnya sarana yang kurang memadai, bencana alam, sabotase, kerusuhan massa.
    • Klasifikasi Kecelakaan kerja:
    - Menurut jenis kecelakaan
    * Jatuh
    * Tertimpa benda jatuh
    * Menginjak, terantuk
    * Terjepit,terjempit
    * Gerakan berlebihan
    * Kontak suhu tinggi
    * Kontak aliran listrik
    * Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi
    - Menurut media penyebab
    * Mesin
    * Alat angkut & alat angkat
    * Peralatan lain
    * Bahan, substansi & radiasi
    * Lingkungan kerja
    * Penyebab lain
    - Menurut sifat cedera
    * Patah tulang
    * Keseleo
    * Memar
    * Amputasi
    * Luka bakar
    * Keracunan akut
    * Kematian
    - Menurut bagian tubuh yang cedera
    * Kepala
    * Leher
    * Badan
    * Anggota gerak atas
    * Anggota gerak bawah
    • Manfaat Klasifikasi :
    - Mencegah kecelakaan kerja yang berulang
    -Sebagai sumber informasi: faktor penyebab, keadaan pekerja, kompensasi
    - Meningkatkan kesadaran dalam bekerja.
    • Pencegahan kecelakaan kerja:
    -Peraturan perundangan
    - Standarisasi
    - Pengawasan
    - Penelitian teknik
    - Riset medis
    - Penelitian psikologis
    - Penelitian secara statistik
    - Pendidikan
    - Latihan-latihan
    - Penggairahan
    - Asuransi
    D. Undang-undang Keselamatan kerja
    Pasal 10
    (1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
    (2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
    E. Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
    Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat multidisiplin didalam era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek keilmuannya (di bidang pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk program-program yang dilaksanakan di berbagai sektor yang tentunya penerapannya didasari oleh berbagai macam alasan .
    Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan 58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya, termasuk pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan yang sangat memperihatinkan adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja tadi yang mendapat layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang. Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan selamat dewasa ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai risiko langsung maupun yang baru diketahui risikonya setelah waktu yang cukup lama. Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu maupun sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat.
    Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, biaya-biaya kompensasi yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah keselamatan bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa diperkecil atau ditiadakan kalau memang memungkinkan.
    Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi seperti yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai konvensi yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu dipatuhi. Adapula dalam berbagai bentuk regulasi atau standar-standar tertentu yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai program berfungsi membantu pelaksanaan penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian atau riset yang dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan.
    Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua adalah alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga adalah alasan hukum.
    F. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
    Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat multidisiplin maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan tetentu perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami pendekatan masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
    Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).
    Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya.
    Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
    Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated Occupational Health and Safety Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
    Perlunya organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat.
    G. Deskripsi-Deskripsi Lainnya
    1)        Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan
    termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah     Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing     perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit     menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja     (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu     tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi     dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus     bersifat manusiawi atau bermartabat.
    Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor     keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada     gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin     sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
    2)    Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk     menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya     dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan     sejahtera.
    Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam     usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
    Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa     maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan     konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko     kecelakaan di lingkungan kerja.
    Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah     terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan     itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun     1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan     menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
    Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai     hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan     dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
    Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-    undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya     yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai     menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
    Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang     lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di     dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
    Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,     pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,     pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang     mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
    Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak     kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia     K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan     lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan     mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

    Lingkungan Hidup

    H. Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan
    1. Pengertian kesehatan
    a) Menurut WHO
    “Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”
    b) Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan
    “Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
    2. Pengertian lingkungan
    Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960)
    “ Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.”
    Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
    “ Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.”
    Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976)
    “ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala     keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat     kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”
    3. Pengertian kesehatan lingkungan
    Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
    “ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara     manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat     dan bahagia.”
    Menurut WHO (World Health Organization)
    “Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat     menjamin keadaan sehat dari manusia.”
    Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen)
    “ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju     keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.”
    4. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
    Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan :
    1) Penyediaan Air Minum
    2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
    3) Pembuangan Sampah Padat
    4) Pengendalian Vektor
    5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
    6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
    7) Pengendalian pencemaran udara 8) Pengendalian radiasi
    9) Kesehatan kerja
    10) Pengendalian kebisingan
    11) Perumahan dan pemukiman
    12) Aspek kesling dan transportasi udara
    13) Perencanaan daerah dan perkotaan
    14) Pencegahan kecelakaan
    15) Rekreasi umum dan pariwisata
    16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana
    alam dan perpindahan penduduk.
    17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
    Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8 :
    1) Penyehatan Air dan Udara
    2) Pengamanan Limbah padat/sampah
    3) Pengamanan Limbah cair
    4) Pengamanan limbah gas
    5) Pengamanan radiasi
    6) Pengamanan kebisingan
    7) Pengamanan vektor penyakit 8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.
    5. Sasaran kesehatan lingkungan (Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992)
    1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
    2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
    3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis.
    4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum.
    5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
    6. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
    1) Sebelum Orba
    • Th 1882 : UU ttg hygiene dlm Bahasa Belanda.
    • Th 1924 Atas Prakarsa Rochefeller foundation didirikan Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen.
    • Th 1956 : Integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di Bekasi hingga didirikan Bekasi Training Centre
    • Prof. Muchtar mempelopori tindakan kesehatan lingkungan di Pasar Minggu.
    • Th 1959 : Dicanangkan program pemberantasan Malaria sebagai program kesehatan lingkungan di tanah air (12 Nopember = Hari Kesehatan Nasional)
    2) Setelah Orba
    • Th 1968 : Program kesehatan lingkungan masuk dalam upaya pelayanan Puskesmas
    • Th 1974 : Inpres Samijaga (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga)
    • Adanya Program Perumnas, Proyek Husni Thamrin, Kampanye Keselamatan dan kesehatan kerja, dll.
    7. Masalah-masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia
    1. Air Bersih
    Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
    Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
    a. Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
    b. Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)
    c. Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)
    2. Pembuangan Kotoran/Tinja
    Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut :
    a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
    b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
    c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
    d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
    e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar diperlukan, harus
    dibatasi seminimal mungkin.
    f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
    g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
    3. Kesehatan Pemukiman
    Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
    a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
    b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
    c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
    d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
    4. Pembuangan Sampah
    Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan faktor-faktor/unsur :
    a. Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi.
    b. Penyimpanan sampah.
    c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
    d. Pengangkutan
    e. Pembuangan
    Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
    5. Serangga dan Binatang Pengganggu
    Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
    Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
    6. Makanan dan Minuman
    Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
    Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan meliputi :
    a. Persyaratan lokasi dan bangunan;
    b. Persyaratan fasilitas sanitasi;
    c. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan;
    d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi;
    e. Persyaratan pengolahan makanan;
    f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi;
    g. Persyaratan peralatan yang digunakan.
    7. Pencemaran Lingkungan
    Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya jadual penerbangan, terganggunya ekologi hutan.

    8. Penyebab masalah kesehatan lingkungan di Indonesia

    1. Pertambahan dan kepadatan penduduk.
    2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar penduduk.
    3. Belum memadainya pelaksanaan fungsi manajemen.
    9. Hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan pemukiman
    Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan pemukiman diantaranya sebagai berikut :
    1. Urbanisasi >>>kepadatan kota >>> keterbatasan lahan >>>daerah slum/kumuh>>>sanitasi kesehatan lingkungan buruk
    2. Kegiatan di kota (industrialisasi) >>> menghasilkan limbah cair >>>dibuang tanpa pengolahan (ke sungai) >>>sungai dimanfaatkan untuk mandi, cuci, kakus>>>penyakit menular.
    3. Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi)>>>emisi gas buang (asap) >>>mencemari udara kota>>>udara tidak layak dihirup>>>penyakit ISPA.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS